ADITYA EFFECT, “KADA BAPALIHAN” Oleh: Noorhalis Majid
Ketika Bawaslu dan KPU memutuskan kasus Aditya, pasti tidak terpikirkan kasus serupa di berbagai tempat juga akan dilaporkan.
Bahkan mungkin tidak terpikirkan, putusan tersebut menjadi rujukan bagi daerah lainnya di luar Kalimantan Selatan, karena Pilkada, berlangsung di seluruh Indonesia.
Aditya Effect, itulah yang pasti terjadi. Sebab ada banyak petahana atau wakil yang maju melanjutkan program terdahulu.
Ada pula istri atau saudara yang maju meneruskan kepemimpinan petahana. Bahkan dengan segala bentuk “manipulasi”, sulit memilah mana menjalankan program pemerintahan dan mana pula yang dinamakan kampanye, semua tercampur jadi satu, dan berpeluang dilaporkan, karena sudah ada contoh kasusnya.
Dengan kasus yang sama, wajib hukumnya ditindaklanjuti dan diproses dengan mekanisme serta perlakuan yang sama pula.
Bahkan kalau kasusnya sama persis, putusannya mesti sama pula, tidak boleh “bapalihan” atau terjadi perlakuan berbeda, apalagi perlakuan khusus, maka yang seperti itu berarti tidak adil, tidak jujur dan diskriminatif.
Dan ternyata memang perlakuan dan putusannya tidak sama. Lagi-lagi tidak terpikirkan bahwa dampaknya memperburuk citra dan kepercayaan pada Bawaslu dan KPU itu sendiri.
Bahkan tidak terpikirkan, berdampak pada proses dan hasil Pilkada, termasuk soal surat suara. Semoga tidak berdampak pada sesuatu yang lebih buruk, sebab ongkos dan pemulihannya sangat mahal.
Memang mudah saja bagi siapapun menghacurkan maruah suatu lembaga. Cukup lakukan hal-hal yang bertolak belakang dengan prinsif kerjanya, maka semua kehormatan dari lembaga itu ambruk dengan sendirinya.
Kalau prinsif kerjanya jujur dan adil, berlakulah curang dan diskriminatif, pasti hancur lembaga tersebut.
Sebab itu, syarat yang tidak boleh ditawar ketika merekrut calon yang masuk dalam lembaga ini, adalah soal integritas.
Kalau integritasnya payah, maka kerjanya akan “bapalihan” bahkan mungkin berdasarkan pesanan.
Sumber Informasi: Noorhalis Majid
Editor: Mega